Mencintaimu adalah keinginan

>> Wednesday, June 29, 2011

Tuhan,
Saat ini saya tengah jatuh cinta. Iya, untuk kesekian kalinya, saya lalu mempercayakan hati ini dititipkan pada seseorang, untuk kemudian-entah-akan ia apakan. Bisa saja ia membuatnya utuh ketika kelak mengembalikan pada saya. Atau sebaliknya, membuat retakan di beberapa bagian lalu meninggalkan saya yang pada akhirnya harus mati-matian menyembuhkannya.

Tapi Tuhan,
Entah mengapa padanya saya begitu percaya. Bukan, bukan karena ia tak pernah sekali pun membuat saya menangis. Ah iya, saya jadi teringat pada suatu hari. Di Senin pagi ketika kami hendak berpisah. Lalu karena sesuatu hal, saya kemudian menangis. Hanya menetes sedikit-demi-sedikit. Sebagian mungkin menggenangi mata saya. Tapi caranya memohon, caranya meminta saya menghentikan tangisan. Begitu apa adanya. Tidak pernah ada seorang pun yang memohon kepada saya seperti itu. Betapa saat itu saya berharap bisa membuat waktu berhenti. Lalu menangkap satu-demi-satu harapannya yang memenuhi ruang kamar. Untuk kemudian menempatkannya dalam petak ingatan saya. Agar penuh. Agar tidak lagi ada ruang bagi yang lainnya. Bagi kenangan yang lainnya.

Tuhan,
Saya pertama bertemu dengannya dalam suasana riuh.Kala itu hujan tengah deras-derasnya. Dan kami bertemu. Tanpa harap. Tanpa percakapan selain, apakabar. Tanpa apa-apa kecuali sapaan yang terdengar begitu biasa. Tanpa sedikit pun keinginan bahwa kelak yang entah kapan, kita mungkin akan dipertemukan kembali.

Tapi hidup sungguh lucu. Satu pertemuan yang tak direncanakan itu lalu menarik kami masuk ke dalam percakapan-percakapan ringan di pagi hari, dan kadang siang hari. Beberapa lainnya terjadi ketika malam. Semuanya masih seperti biasa hingga kami lalu bertemu untuk kedua kalinya.

Dan hidup memang benar-benar lucu. Entah mengapa ia lalu mempertemukan saya, dia, dan waktu yang begitu terbatasnya, juga jarak yang mengulur jauh-jauh. Membuat semua yang berputar-putar di dalamnya diikat oleh sebuah rasa, yang lalu ia sebut dengan cinta.

Dan Tuhan,
Mencintainya bagi saya bukanlah sebuah pilihan. Mencintainya adalah keinginan. Sesuatu yang mungkin jauh dalam diri saya, telah lama saya harapkan.

Dan tahukah Tuhan,
Saya pun ingin mencintainya dengan sederhana. Tanpa perlu membuat porsi dari pengharapan kelak melebihi cinta itu sendiri. Tanpa perlu menempatkan keinginan memilikinya berada di atas cinta itu sendiri. Agar kelak jika saya terpaksa harus merelakannya, maka saya akan tetap menempatkannya dalam kenangan nomor satu. Sebagai seseorang yang akan menempati tempat seluas-luasnya dalam hati saya. Meski hanya sebuah kenangan.

Hey kamu,
Saya hanya ingin mencintaimu, dengan melepaskan sebanyak-banyaknya keinginan untuk memilikimu.
Karena mencintaimu bagi saya bukanlah sebuah pilihan. Mencintaimu adalah keinginan. Sesuatu yang mungkin jauh dalam diri saya, telah lama saya harapkan. Dengan, atau tanpa memilikimu.

1 comments:

nDa July 1, 2011 at 3:16 AM  

yang paling purba dari cinta adalah.keinginan untuk memiliki.bkn bgtu, Nona?

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP